Minggu, 29 Oktober 2017

Gunung Sewu Youth Summit 2017

25 Oktober, gue dapet undangan untuk ikutan Youth Summit ke-3 yang diadakan oleh Gunung Sewu. Awalnya gue kaget, karena diumur gue yang ke 27 kok malah dapet undangan untuk youth, so menurut deduksi gue, kategori umur 27 masih tergolong muda untuk perusahaan sebesar Gunung Sewu, dan mungkin selama masih < 30 tahun, bisa dibilang "youth" (balik lagi, itu menurut deduksi gue).
 foto di banner youth summit

setelah registrasi, gue dapet sebuah misi, kebetulan adalah misi ke-3 yaitu misi di booth indo-porcelain, langkah pertama disuruh pilih kopi atau teh (gue pilih kopi), langkah kedua membuat foto berdasarkan kopi yang gue pilih, lalu ketiga di upload ke medsos, dan jadilah begini.
foto yang gue upload ke akun medsos gue 

Lalu even berlanjut dengan speech dari beberapa narasumber, yang paling gue suka kemarin sih tentang Scrum Project Management, tapi cuma secuil dan gue gak bisa bertanya banyak (boro-boro nanya, ditunjuk juga kaga). Lalu ada experimental learning, dimana gue nge-lead 4 "adik-adik" (karena gue dipanggil "kak" dan 1 tim laki nya gue doang), misi dari ke-20 tim yang terbentuk adalah menyelesaikan 5 tantangan, disini tim yang gue lead cuma berhasil di 3 tantangan.
Sesi after lunch lebih menarik, karena ada moderator ulung yang memfasilitasi, anggap saja mantan artis dari universitas negeri bergengsi yang ada di Indonesia, Mba Shahnaz Haque (gak mau dipanggil ibu meski udah punya 3 orang anak dan menurut gue harus disebut dari universitas negeri bergengsi karena gue sendiri hanya dari universitas swasta yang dikenal dengan "IT" nya). Beserta ketiga narasumber selanjutnya, Chairman dari Gunung Sewu + 2 CEO anak usahanya dia.
Gunung Sewu Chairman dengan Moderator (Shahnaz Haque)


Chairman + 2 CEO anak usaha & Moderator

Acara dari para speaker pun usai, dan akhirnya waktunya selebrasi pemenang-pemenang experimental learning & lomba misi. Lalu majulah ke-4 tim yang sudah menyelesaikan 5 tantangan. Lalu selanjutnya adalah lomba misi medsos, dan disini gue berhasil menjadi juara 1 (terima kasih kepada istri tercinta yang biasanya selalu jeprat-jepret makanan-makanan ala anak muda milenial dan gue kecipratan ilmu foto jeprat-jepret nya).

Foto jawara-jawara medsos, credit to trapjovers89

foto dengan pemilik booth, indo-porcelain

Vielen Dank Gunung Sewu für mich zum Youth-Summit eniladen 🙏

Senin, 02 Oktober 2017

Mengingkari Kaidah Takdir Dari Tuhan (Part 1 dari 3)

2006 silam, saat kenaikan kelas di sekolah menengah atas (SMA), penentuan apakah akan menempuh pendidikan di jalur "science" ataukah "social". Jujur saat itu, hati berhasrat untuk menekuni pilihan pertama, "science". Dengan nilai Fisika yang diatas rata-rata (semester 1 83, semester 2 77), tentunya mudah menapaki jalur tersebut, semestinya...
Pada kenyataannya, ouch... Aku terdampar di kelas "social", ya benar S-O-C-I-A-L. Awalnya shock, di kelas paling terakhir dengan makhluk-makhluk yang bisa dibilang, "unik". 2 minggu di kelas tersebut, yang bisa membuat "sedikit" happy adalah bidang olahraga, ya bisa dibilang ke"unik"an kelas ini terletak disitu, hal itu yg membuat kelas tersebut bisa dibilang "ditakuti". Dari bidang akademik, ada 1 kata yang membuat aku frustasi selama 14 hari tersebut, "menghafal". Jangankan menghafal 1 halaman dan maju kedepan kelas, hafal 1 paragraf saja itu harus 1 minggu. Namun keajaiban datang dihari ke 15, ada pengumuman pertukaran pelajar (biar gaul dikit namanya), pertukaran antara "social" ke "science", dengan 1 kondisi adalah 1 tiket "science" untuk 2 tiket "social". Saat ada petugas datang untuk mendata banyaknya minat di kelas sosial paling ujung, aku mengangkat tangan paling tinggi diantara siswa-siswi lain.
2006+2 tahun. Kelulusan pun tiba, saat yang dinanti-nanti orang tua, "Anak aku dapet peringkat berapa ya? Dapet beasiswa apa tidak ya? Universitas yang menerima anakku apa ya?", itu adalah contoh pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak orang tua menjelang kelulusan anak-anaknya. Saat itu, kelulusan ujian masuk PTN favorit diumumkan di bulan April, Mei, serta Juli. April & Mei, aku tidak berhasil mendapati universitas idaman orang tua aku. Lalu dibulan Mei juga diumumkan pula hasil studi selama 3 tahun di SMA, hasilnya adalah aku lulus dengan nilai yang tidak menggembirakan bagi hati kedua orang tuaku. Harapan terakhir aku ada di bulan Juli, tekadku: "Aku tidak boleh membuat orang tuaku kecewa lagi". Dan saat pengumuman di awal bulan Juli datang, aku menelfon Bapakku ba'da isya dan diakhiri dengan "Ah..." lalu telefon terputus. Dengan resmi aku menyatakan diri sendiri sebagai sulung yang gagal.
Bersambung...