Kamis, 07 Juli 2016

Timnas Favorit yang akhirnya Jawara, tetapi 2 tahun silam...

World Cup, ajang 4 tahunan yang umumnya ditunggu-tunggu penggemar sepakbola dunia. Pada dasarnya, disetiap event tersebut muncul rekor-rekor baru, sebut saja 2014 kemarin, saat Die National Mannschaft membuat seluruh penggemar sepakbola tercengang karena mengalahkan Tim Samba, dengan skor yang cukup telak. Pertandingan itu menghasilkan 2 rekor baru dikubu Der Panzer, dimana salah satu punggawanya menorehkan rekor pencetak gol terbanyak semenjak Piala Dunia bergulir sekaligus pencetak gol terbanyak sepanjang masa bagi tim nasionalnya. Dan hebatnya lagi, beliau adalah pemain naturalisasi (bukan pemain yang lahir & besar di negaranya). 2010 adalah dimana Der Panzer menggunakan jasa penyerang lokal, itu pun hanya 1 dari 4 nama penyerang yang terdaftar di kompetisi tsb.
Stefan Kießling

Back again, dengan percaya diri, kompetisi sepakbola sejagat Eropa, pelatih Der Panzer mencoba mengulang kembali peruntungan Der Panzer di 2014, dengan hanya membaha 1 Target Man. Namun kali ini, puncak keberuntungannya adalah perempat final. Semifinal, Der Panzer ditinggal the one and only their Target Man, yang konon kabarnya menurut media masa, Super Mario (julukannya) terkena cidera hamstring. Dan kali ini ada "kambing hitam"-nya, ya itu adalah Bastian Schweinsteiger, itu menurut versi penulis blog ini. Dan Basti bakal menjadi German Public Enemy number 1, sekali lagi ini menurut versi penulis. Setelah dielu-elukan 2014 lalu karena sosoknya yang mampu membawa Germany bangkit di final kompetisi bergengsi dunia. Dan di 2016 ini publik lokal meyakini, Basti bakal membawa kembali Germany menduduki nomor 1 di tahta eropa, ya sekali lagi ini hanya optimisme para penggemar Der Panzer baik lokal, maupun interlokal. Tapi takdir berkata lain, ya Basti adalah salah satu faktor penyebab kegagalan 2016 ini. Saat penyisihan grup, Basti berhasil mencetak gol dengan status pemain pengganti, sesaat sebelum pertandingan berakhir. Ini membuat pelatih percaya kembali dengan performanya, dan dilaga-laga berikutnya pasti termasuk dalam tim inti, maupun pengganti. Babak perempat final, Basti seharusnya bisa mencetak gol, namun dianggap pelanggaran oleh wasit, dan setelah itu seperti ada yg menurun, ya "fighting spirit" memudar disaat rekan-rekannya butuh dorongan moral, namun kondisi ini masih terselamatkan co-capt nya, sang penjaga gawang. Tetapi hanya pada saat itu saja.
8 July waktu lokal penulis pun datang, semifinal bergulir antara Der Panzer vs Ayam Jantan. Kehilangan sosok Target Man adalah faktor serius, terbukti di babak pertama kebingungan akan dioper ke siapa di depan gawang, Bocah Ajaib 2010 yang berhasil mengambil nomor 13 dari Michael Ballack pun tidak mampu menggantikan Super Mario. Kondisi tidak kondusif ini berujung pada terkoyaknya jala sang penjaga gawang dipenghujung babak pertama melalui titik putih. Babak kedua pun berjalan tidak jauh beda, dan lagi sang penjaga gawang terkoyak untuk kali kedua, kali ini melalui open play dan menggugurkan rekor Manu yang tidak pernah kemasukan gol selama open play. 1 orang sosok yang bertanggungjawab atas 2 insiden tsb, tidak lain tidak bukan adalah Der Capitan, Basti.
Menurut penulis, kepindahan ke liga sebelah dan menjadi pemain Germany pertama di klub tsb adalah faktor utama, sepeninggalan pelatih jenius Jupp, Basti jadi minim jam terbang, dan akhirnya hengkang. Ini membuat para pecinta sepak bola German geram (termasuk penulis), dan misi kakak untuk menghasut adiknya pindah ke klub favoritnya Tobias, berhasil. Kehilangan passion dan fighting spirit adalah akibatnya, karena gaya dan pola bermain tidak sesuai, ditambah umur yang memasuki awal 30an membuat Basti gagal adaptasi di klub barunya, kondisi ini berpengaruh langsung ke performa Basti di timnas, kita tahu bagaimana jatuh bangunnya tim selama fase kualifikasi, efek kekecewaan rekan-rekannya sungguh terlihat, dan klimaksnya adalah semifinal Euro 2016 ini. Peribahasa yang mungkin tepat saat ini adalah From Hero to Zero, yeah obvious.

1 komentar:

urk mengatakan...

Berarti alasannya bukan karena pindah ke liga sebelah plus pemain jerman pertama di klub itu. Tapi lebih ke minim waktu main even masih di klub jerman nya saat itu. Its fact kalau di usia nya yang udah menginjak 30an, he needs another challenge dan itu adalah keputusannya untuk pindah kemanapun. He can't be blamed on that. Apalagi tambah makin banyak dan sering cedera, it's true obvious kalau dia susah adapt di musim pertamanya di klub baru nya.

Coba berpikirnya dibalik.
Walaupun stay di klub jermannya tapi tetap jarang main karena cedera? apa mungkin trus di timnas tetap bisa main bagus? kalau penulis masih bilang iya. Berarti enggak bisa didebatkan karena udah melihatnya hanya dari satu sisi fanatisme. And lastly, handball bisa terjadi oleh siapa aja kalau memang itu salah satu faktor kekalahan jerman. Kalau mungkin pemain lain yang handball, mungkin lain cerita. hehehe.